Senin, 05 November 2012

UTS Absurd!

UTS = Ujian Tidak Serius. Huehehe
     Genap 2 hari saya terbebas dari persimpangan antara kebebasan dan keterpikiran. Persimpangan itu saya analogikan sebagai UTS. Kenapa? Soalnya cuman pas UTS, saya bisa bebas dari tugas, bisa bebas dari rapat yang memang selalu menyita waktu yang gak "kireum-kireum" (re [Sunda] : kira-kira). Maklum lah semester 5 kata orang adalah semester terberat di kuliahan. Emang bener sih, selain sibuk di akademik kita juga diwajibkan (mungkin diharapkan banget banget) buat aktif di organisasi.
Salah satunya adalah ospek. Ya, ajang ospek ini merupakan mental dan sejenisnya buat para panitia termasuk saya. Okeh, itu jangan terlalu dibahas. Entar aja ada catetan tersendiri. Huehe. Oh iya selain itu, cuman saat UTS, saya bisa bebas tidur sepuasnya termasuk tidur siang ganteng!
     Sisi lain UTS merupakan kebebasan. Tapi bagai mata pisau, sisi lain UTS juga ada kejamnya. Keterpikiran. Ya, kita dituntut mesti belajar. Walaupun belajar buat UTS adalah hak mahasiswa yang harus dijunjung tinggi demi tegaknya keadilan yang berperikemahasiswaan, namun bagaimanapun terkadang hal ini harus menjadi kewajiban. Bayangin aja, kalo masa-masa SMA, UTS itu kaya sebuah permainan yang tak lebih indah dari mainan monopoli atau ular tangga. Nah, pas udah masuk University ini kita dituntut buat ngerjain sendiri. Ya, kalo ada kesempatan sih bisa aja nanya beberapa. Itu pun jangan sampai ketauan pengawas. Dan itupun kalo pengawasnya baik bak Ibu Perinya Cinderella. Nah kalo kebagian pengawasnya macem Mak Lampir dan Gerandong, repot juga. Boro-boro minta jawaban, nengok dikit aja, bisa-bisa kita langsung dikutuk atau diculik mereka ke Gunung Merapi. Ih ngeri! Jadi ya, bagaimanapun keadaan soalnya mau gampang atau susah kita harus bisa ngerjain sendiri.
     Pada hakikatnya soal UTS itu gak ada yang susah. Percaya deh. Gak ada satupun soal UTS yang susah. Yang susah itu cuman ada satu hal. Yang susah itu adalah jawaban dari soal-soal yang gampang itu. Susah. Terkadang malah saking susahnya, sampai ada mahasiswa yang sampe kejang-kejang, detak jantung melemah, mual puyeng, mimisan, bahkan sampai ada yang tiba-tiba kudis dan kurap. Sungguh gak mahasiswawi. Biasanya semenjak di University, saya masih bisa lah ngerjain soal-soalnya walaupun sedari dulu kebanyakan jawabannya macem sastra gitu. Tapi seenggaknya menuhin kertas biar temen sebelah saya pada takjub liat kertas jawaban saya yang penuh. Padahal isinya, nyiehehe gak usah dibahas ya. Selain itu, jawaban sastra yang saya tulis ini merupakan trik saya dalam melatih kemampuan atau bakat saya yang teramat potensial. Ya, ibaratanya latihan bersastra. Huehehe.
     Nah, namun entah karena usia saya yan sudah gak muda lagi atau karena adanya faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi kemampuan berfikir saya, pada UTS kemarin hampir semua jawaban dari semua soal yang terdapat di semua mata kuliah rasanya macam sastra. Apa kemampuan sastra saya sudah benar-benar keluar sepenuhnya? Entahlah. Tapi seandainya itu benar, maka apa yang akan terjadi pada skripsi saya beberapa tahun kedepan? Mungkinkah bakal ngalahin Kitab Sutasoma miliknya siapa tuh Mpu Tantular apa Mpu Gandrong. Ngeri berarti ya? Iiiih. Tapi keren. Ya, keren! Huehehe.
     Namun, ketika mendengar kata Absurd yang diucapkan oleh beberapa temen saya pas mereka udah ujian, akhirnya saya tiba-tiba merenung. Apakah jawaban saya selama ini benar-benar sastra? atau apakah Absurd? Jika sastra, gak apa-apa. Tapi jika absurd? Ya Tuhan, maafkan hamba. Hamba belum bisa menjalankan peran mahasiswa dengan baik. (Bayangkan saat ini saya lagi berdoa di sebuah batu ditengah danau. So lonely...). Dan mungkin benar, kalau diingat-ingat sebagai contoh soal salah satu mata kuliah ada pertanyaan "Sebutkan 7 Manfaat Pekarangan?", dan saya menjawab penuh yakin 1.Blabala, 2,3 sampai 6. Namun setelah itu saya benar-benar buntu, apa jawaban terakhir. Dengan keyakinan lainnya saya tulis, "7. Sebagai Kemaslahatan Umat." Pertanda apakah itu? Benarkan Absurd?.
     Jika UTS kemarin saya benar-benar absurd, semoga nilainya gak seabsurd jawabannya. Bantu doa ya teman... Karena sejatinya saya masih mempercayai moto "Belajar minimal, Hasil maksimal. Mukjizat itu nyata." Semoga moto itu tetap bisa dipertahankan selagi saya diberikan keberuntungan... Huehehe. Udah ah segitu aja cerita tentang UTS nya. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semuanya. (Tapi pelajaran apa coba? hahaha). Gak apa-apalah dibalik semua cerita selalu tersimpan makna dan ikhtisar yang dapat dijadikan pelajaran. Setuju? See yaaa! Sampai ketemu di UAS!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar