Malam itu, kala rintihan hujan mengguyur Darmaga, suatu
wilayah di Kabupaten Bogor, ada dua sosok mungil yang terdiam di samping depan
sebuah Alfamart. Kantong plastik ditangannya menandakan
mereka menunggu dengan sabar agar para pembeli yang keluar memberikan sisa
uangnya-kembalian belanja. Saat itu kira-kira pukul 8 malam. Saat itu pula aku
sedang berjalan menyusuri pedestrian hendak mencari makan malam. Saat itu pula
aku hanya melewati mereka dan tanpa mereka tahu, aku melihat mereka sekilas.
Tujuanku hanya mencari makan malam pada saat itu.
Di sela makan malam, tiba-tiba aku teringat kepada
mereka. Anak sekecil itu harus rela berdiam diri di tempat demikian hanya untuk
mengumpulkan uang pemberian dari para pembeli tempat tersebut. Itu pun uang
kembalian yang biasanya berupa recehan. Iba memang ketika tahu mereka harus
berbuat demikian, namun jangan sampai membuat aku menjadi tergugah untuk
memberinya uang. Bagaimana pun hal demikian merupakan kegiatan yang terstruktur
yang memang dibalik mereka semua ada boss yang selalu mengawasi mereka. Boss yang dengan tega mempekerjakan mereka. Bahkan tak jarang boss itu adalah orang tua mereka sendiri.
Aku berfikir, apakah ada cara lain yang sederhana
supaya aku tidak membiarkan mereka berdua begitu saja. Ibaratnya harus ada aksi
nyata bagi aku setidaknya membuat mereka tersenyum. Bagaimana pun senyum tulus
seorang anak kecil ibarat kebahagiaan yang tulus diberikan oleh Tuhan. Akhirnya
setelah selesai makan, aku rencanakan untuk memasuki mini market tersebut. Di
dalam, aku langsung membawa sebatang cokelat tanpa pikir panjang, dan entah
mengapa. Ku bayar. Aku pun keluar. Aku langsung memberi mereka cokelat
tersebut. Dan apa yang terjadi, dengan cekatannya mereka mengambil cokelat itu
dari tanganku. Sungguh lucu sekali. Attitude mereka jangan diragukan, walaupun masih bocah tapi tanpa malu dan pikir
panjang mereka langsung bilang ,"makasih kak..".
Sambil pura-pura menunggu gerimis yang cukup deras,
walaupun aku bisa saja hujan-hujanan untuk pulang, aku mulai menanyai mereka
dengan satu pertanyaan dan pertanyaan lain. Dua bocah tersebut bernama Icha dan
satu lagi aku lupa namanya, karena sudah lama. Dia ternyata sudah beberapa
tahun melakukan aktivitas ini. Ebtah berapa tahun tepatnya, mereka hanya bilang
"lama... dari dulu...". Jwaban selanjutnya, "Sekolah
kok..", hingga pertanyaaan yang aku sendiri lupa berapa banyaknya.
Namun ketika saya bertanya,"Kalian kok mau disuruh begini? disuruh boss
ya?". Dengan polos mereka menjawab "Enggak" sambil
masih melahap cokelat dengan semangat. "Terus kenapa mau begini?",
lanjutku. Dengan senyum dan tawa khas, mereka saling sikut menandakan bingung
harus menjawab apa. Tiba-tiba icha bilang,"buat bantu orang tua".
Mendengar itu, saya langsung terdiam. Seandainya itu bohong, oke tidak ada
masalah bagiku, tapi juka itu benar, sungguh aku gak bisa berkata-kata. Speechless.
Setelah banyak pertanyaan yang aku lontarkan kepada
mereka. Setelah gerimis saat itu mulai berhenti. setelah coklat ditangan mereka
telah benar-benar habis, aku pun bertanya, "Cokelatnya enak gak?".
Dengan kepolosan mereka menjawab "Iya..." tersenyum lebar
dengan cokelat di gigi-gigi mungilnya yang rapi berbaris. Senyum cokelat. Aku
pun pamit kepada mereka sembari menyuruh mereka untuk segera pulang ke rumah
karena sudah malam. Aku pulang menuju rumah dengan senyum terhias di wajahku
saat itu, senyuman bagai senyum cokelat. Tulus dan natural. :)
:o wow
BalasHapus:)
Hapus