Rabu, 26 September 2012

Kesedihan dan Keputusasaan Sang Pengais Rezeki

     Siang tadi adalah siang kedua saya melihat raut beliau yang sungguh menyedihkan. Panas terik matahari menyinari seluruh tubuh beliau, atau mungkin membakarnya yang telah terjamah usia. Duduk di pinggir jalan tanpa berhias karpet bahkan samak sekalipun. Ketukan nyaring rebana yang beliau pegang menjadi pertanda kalau beliau tidak sekadar duduk di pinggir jalan. Beliau sedang mencari nafkah. Menanti belas kasih orang yang setidaknya rela memberi seperak uang untuknya. Setidaknya itu yang bisa saya lihat dari sorot mata dan raut wajahnya.
     Siang tadi adalah siang kedua saya yang hanya melewatinya saja tanpa bertindak apapun. Sejujurnya ingin saya melakukan sesuatu kepada beliau. Tapi, jika teringat ucapan banyak orang yang mengatakan bahwa mereka sebenarnya tak usah dikasihani. Karena sejujurnya jika mereka dikasihani mungkin mereka akan terus melakukan hal seperti itu secara terus-menerus. Inilah yang membuat mereka "keenakan" sehingga tidak mandiri dan hanya berpegang pada belas kasih orang lain.
     Nurani saya selalu terenyuh saat saya melihat sosok seorang wanita yang seperti itu. Mungkin kepada pria seperti itu saya hanya memiliki seperkecil bagian perasaan iba. Tapi jika pada seorang wanita, jujur saya  bisa membuat mata ini berkaca-kaca. Saya selalu berfikir, bagaimana seandainya wanita tersebut adalah ibu kandung saya. Naudzubillah. Astagfirullah. Bagaimana seandainya jika beliau yang rela berterik mentari hanya demi sesuap nasi, sementara di rumahnya, mungkin gubuk deritanya, anak-anak beliau menunggu dengan sabarnya?. Sunggun jika itu terjadi, saya benar-benar tak habis pikir. Tapi itulah hidup. Semua ada jalannya. Semua telah diatur oleh-Nya. Bahkan hingga sedetail mungkin. Maha Besar Allah, Tuhan Semesta Alam.
      Jika seadainya Indonesia berada di daratan Eropa, mungkinkah kita akan makmur?. Pertanyaan itu juga sering hinggap di benak saya. Jika Indonesia makmur, mungkin tidak ada orang seperti beliau. Sekali lagi tapi itulah hidup. Bagaimanapun setiap insan wajib untuk menjalankannya dengan penuh keasabaran dan pengsyukuran. Mungkin suatu saat nanti, keadaan rakyat Indonesia tidak ada yang seperti itu. Semoga saja. Saya berharap pada Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar